Resensi oleh Regina Lauza Fadhila*
Judul : Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa
Penulis : Alvi Syahrin
Tahun Terbit : 2019
Kota terbit : Jakarta
Penerbit : Gagas Media
Tebal : xii+229 halaman
Buku ini menceritakan tentang perjalanan hidup seseorang menuju kesuksesan. Buku ini juga untuk kalian yang sedang mengkhawatirkan masa depan. Penulis yang bernama Alvi Syahrin ini membagikan pengalamannya menuju hidup sukses atau lebih tepatnya hidup yang lebih baik yang terjadi kepadanya.
Buku ini terdapat 45 bab yang berisi pahit manisnya menuju kesuksesan. Menunjukkan sisi baik dan buruk pilihan-pilihan menuju sukses agar tak memandang pada satu sisi. Dan selalu melibatkan Allah di setiap perjalanan hidup yang dilalui Alvi Syahrin.
Pada bagian awal Alvi Syahrin menyatakan bahwa tak ada sesuatu yang menjamin kesuksesan. Semua itu hanya standar sukses yang dibuat oleh society dan media. Dilanjutkan dengan cerita saat gagal masuk Universitas Negeri. Namun, tak apa. Mungkin, gagal diterima di universitas yang didambakan, tetapi akan ada satu hari spesial yang luar bisa telah disiapkan. Yang akan membuat berpikir “oh ya, ini alasan dibalik semua yang telah terjadi kemarin”.
Selanjutnya alvi Syahrin menceritakan saat dia merasa salah jurusan karena itu jurusan yang menjanjikan, kata orang-orang. Namun, apakah harus pindah? Jawabannya adalah tidak, pindah tak akan menyelesaikan semu masalah. Jadi, carilah celah-celah yang kira-kira disuka dari jurusan ini, maksimalkan apa yang disuka tersebut. Namun, hal-hal yang tak disuka jangan ditinggalkan begitu saja, pelajari sebaik mungkin, kuasai standar materinya. Karena seperti apapun di dunia ini, tak pernah ada yang sempurna, termasuk jurusan yang sedang dijalani ini. Seandainya memutuskan untuk pindah jurusan, lalu bagaimana jika jurusan baru yang memang sangat diinginkan itu tak sesuai kenyataan?
Pada bab berikutnya Alvi Syahrin membuktikan bahwa sebenarnya selama ini manusia terlalu sok tahu tetntang kehidupan. Saat masih duduk dibangku sekolah pasti berpikir kuliah akan melegakan, ingin cepat-cepat lulus, ingin segera kuliah. Saat semester demi semester dilalui, tugas semakin gila, praktikum semakin berat, berpikir bahwa bekerja akan lebih baik. Saat bekerja, berpikir menikah adalah solusi atas seluruh kelelahan ini. Saat menikah, ternyata ada kelelahan-kelelahan baru; fisik dan mental hingga akhirnya terpikir ingin mati saja. Dari sini mulai sadar bahwa setiap fase hidup membawa dramanya sendiri. Yang perlu dilakukan hanya menerima apapun yang terjadi saat ini, lakukan yang terbaik dan jangan lupa untuk selalu bersyukur. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Tentang pekerjaan, tentu saja ada, banyak, salah satunya yakni bagian berjudul “Pengusaha VS Karyawan Vs PNS: Mending Mana?”. Bab ini menceritakan sisi baik dan buruk menjadi karyawan, pengusaha, dan PNS. Jika hanya melihat sisi menyenangkannya, pasti manusia akan lupa untuk realistis. Solusinya ialah kenali kekurangan dan kelebihan diri. Risiko mana yang berani diambil? Dan kenapa begitu yakin? Lalu, nikmati prosesnya, tentukan pijakan- pijakan berikutnya, bangun sayap, dan terbanglah menuju mimpi. Namun ingat, tak ada mimpi yang sempurnna di dunia yang tak sempurna ini.
Saat sudah nyaman di suatu tempat , tetapi terbesit untuk keluar dari zona nyaman. Itu karena sudah merasa terlalu nyaman di tempat saat ini. Ingin yang lebih menantang dan yang bisa mengembangkan diri. Namun, sebenarnya, bukan keluar dari zona nyaman yang dibutuhkan, melainkan hanya butuh mencari makna, makna yang tepat, tak sebatas kenyamanan. Jangan sekedar mengeluh, lalu mencoba mencari yang baru tanpa pernah bereksperimen. Tanpa pernah menemukan makna. Karena kesuksesan tidak sedangkal keluar dari zona nyaman, lalu menemukan kenyamanan baru. Kesuksesan butuh ketekunan dan kerja keras. Dann tak kalah pentingnya: Temukan makna.
Bagian selanjutnya menceritakan tentang pekerjaan yang dilarang dalam agama. Berawal dari iseng membaca hukum pekerjaannya dalam islam, membuat tak tenang saat bekerja di kantor. Merasa bersalah da nada yang mengganjal. Merasa malam itu salah membaca, tetapi setelah membacanya kembali ternyata tidak. Padahal sebentar lagi bakal naik jabatan. Setelah setiap hari tak henti berdoa, mengonsultasikan kepada orang-orang yang lebih ahli dan bijaksana Akhirnya pada suatu malam memutuskan untuk menulis surat pengunduran diri meskipun saat itu belum ada pekerjaan cadangan baru. Keesokan harinya, menyerahkan surat yang ditulis semalam dan kemudian bisa merasakan lega, selega-leganya. Meskipun ujian tak berhenti disana karena ada orang yang Allah beri balasan lebih cepat, ada yang orang-orang yang Allah undur balasannya. Namun, ingatlah, mungkin, ini adalah cara Allah untuk menguji “Apakah kamu jujur dengan langkah ini?”
Mudah-mudahan, suatu saat nanti, kita semua termasuk orang-orang yang menikmati kenikmatan tiada tara, kebahagiaan yang langgeng, di dalam surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya. Abadi disana. Karena, dibalik keterpurukan, tetap berusaha sabar, berusaha percaya, tetap berusaha baik, dan senantiasa memperbaiki diri kepada Allah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan, sungguh, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena rahmat-Nya, Dia memasukkan kita kedalam surga yang abadi. Dan, itulah kesuksesan yang sesungguhnya. Karena apa arti kesuksesan duniawi jika akhirnya tak indah? Termasuk orang-orang yang dimasukkan kedalam surga itu adalah kesuksesan yang tak lagi rapuh, tak lagi fana. Kekal, selamanya bahagia.
Kelebihan dari buku ini adalah kisah yang sangat memotivasi, kata kata motivasi melimpah didalamnya. Banyak hikmah yang bisa diambil dari setiap penjelasan penulis. Buku ini juga menyelipkan beberapa potongan potongan ayat Al-Quran. Cover buku dan judul yang menarik serta penulisan yang mudah dimengerti oleh pembaca. Kekurangan dari buku ini minim sekali. Hanya terdapat pada bagian potongan cerita contoh orang sukses yang ada diawal diulang di bagian selanjutnya sehingga bisa membuat pembaca bingung.
*Peresensi merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang asal Situbondo