Pembelajaran online terutama di level Sekolah Dasar yang dilakukan selama ini tidak bisa hanya mengandalkan siswa saja. Banyak faktor yang harus dipersiapkan seperti kompetensi guru yang harus dikembangkan di saat seperti ini agar tidak gagap teknologi, dan dibutuhkan pula fasilitas yang mampu membuat pembelajaran online bagi anak Sekolah Dasar berjalan lancar.
Tidak lupa juga, keterlibatan orang tua tidak boleh dilupakan. Apalagi dikala pandemi ini anak-anak hanya bersekolah di rumah dan dekat dengan orang tua, fungsi dan peran orisinal orang tua sebagai pendidik pertama di sisi anak kembali berlaku.
Tapi faktanya, banyak orang tua yang mengalami kendala dan tantangan dalam mendidik anak-anak. Masih banyak kendala yang menyelimuti orang tua.
Berdasarkan penelitian Dr. Ahmad Suriansyah (2011) menyebutkan bahwa kendala orang tua dalam mengajar anak anak mereka adalah di antaranya yaitu: hambatan ekonomi karena orang tua harus membagi waktu untuk bekerja, dan selanjutnya adalah kurangnya percaya diri orang tua untuk mengajar anak, para orang tua takut mereka tidak bisa menyampaikan pelajaran kepada anak dengan benar.
Banyak alasan lain yang membuat orang tua kurang atau “malas” dalam mendidik anaknya sendiri, seperti gagapnya teknologi para orang tua untuk membantu anak mereka disaat online learningini.
Anak-anak terutama yang masih duduk di kelas satu hingga kelas 6 Sekolah Dasar mereka masih belum mampu menjadi pelajar yang bisa mandiri secara utuh maupun secara sikap dan mental.
Peran orang tua dibutuhkan untuk mendampingi anak karena dikala pembelajaran online ini, guru tidak bisa selalu disamping anak untuk membimbing materi belajar dan hal-hal lainnya di sekolah.
Namun, kita juga tidak bisa mengandalkan orang tua dalam proses pembelajaran karena variasi backgroundorang tua yang berbeda-beda.
Seperti orang tua yang gagap teknologi untuk membantu anaknya menggunakan aplikasi Zoom contohnya, orang tua yang tidak lulus sekolah, dan terutama orang tua yang tidak sabaran dalam mendidik anak sehingga tidak jarang terjadi kekerasan kepada anak yang mencapai 3000 kasus di Indonesia sejak 1 Januari hingga 19 Juni 2020 berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).
Faktor di atas juga yang membuat pembelajaran online ini menjadi tidak mudah karena kurangnya pengalaman beberapa orang tua dalam mendidik anak, ditambah lagi dengan sifat orang tua yang berbeda-beda. Terutama untuk mereka yang memiliki sifat tempramen dan berbenturan dengan perilaku anaknya yang hiperaktif
Jika tidak waspada, bisa seperti kasus di Lampung dimana anak berusia delapan tahun dipukul menggunakan sapu hingga tewas oleh orang tuanya karena orang tuanya merasa muak untuk mendidik anaknya.
Walaupun serba salah, peran orang tua tetaplah penting bagi anak terutama di kala pertumbuhan mereka saat di Sekolah Dasar. Orang tua sebagai pendidik pertama di sisi anak harus bisa mengajari anak, tidak mesti tentang materi sekolah.
Banyak hal-hal moral yang bisa diajarkan kepada anak seperti berbicara dengan sopan dan bisa juga mengajari anak disiplin dengan mentaati peraturan seperti mengajak anak menggunakan masker dan menjaga jarak dengan orang lain ketika berada diluar rumah.
Setidaknya orang tua mampu mendampingi anak dengan membagi porsi waktu mereka bekerja dan mengajarkan hal-hal atau materi belajar yang sederhana kepada anak serta memfasilitasi mereka agar mereka nyaman dalam melakukan pembelajaran online.
Membagi Porsi Waktu
Perlu diketahui anak-anak yang duduk di bangku SD rata-rata berumur 6 sampai 13 tahun. Di umur ini anak sedang dalam masa aktif-aktifnya untuk bereksplorasi, berinteraksi dengan lingkungan, bertemu langsung dengan teman-temannya di sekolah dan belajar secara tatap muka dengan guru.
Namun keadaan berubah saat E-Learning diterapkan. Mereka terpaksa harus menjalani hari-hari mereka tersebut dengan hanya duduk di rumah dan orang tualah yang menjadi teman terdekat bagi sang anak. Namun, orang tua tak bisa selalu berada di sisi anak terus menerus karena para orang tua harus pergi bekerja mencari nafkah.
Hal tersebut yang bisa memicu anak menjadi tertutup untuk bersosialisasi karena itu orang tua harus siap dan sekreatif mungkin menjadi teman bermain anak sembari banting tulang bekerja untuk keluarga.
Tentu saja tidak hanya menjadi teman bermain, tantangan selanjutnya adalah mengajar di rumah. Lagi-lagi disini orang tua mau tidak mau harus mengajari dan memberi suasana pembelajaran yang menyenangkan agar anak mampu menyerap pembelajaran dengan baik layaknya tugas guru di sekolahan.
Walaupun orang tua harus mendidik anak lagi di rumah karena guru tidak bisa selalu ada memberikan materi dan pembelajaran seperti biasa kepada siswa, kita tidak bisa sepenuhnya menuntut orang tua terlalu keras untuk membagi porsi waktu bekerjanya untuk anak. Peran guru juga harus diperhatikan karena banyak guru di sekolahan yang semena-mena memberikan tugas kepada siswanya.
Banyak siswa bahkan orang tua yang sampai harus ikutan stress karena banyaknya tugas yang diberikan oleh guru. Tidak sedikit siswa Sekolah Dasar yang sampai harus belajar layaknya robot karena guru memberi tugas dan harus dikirim tepat waktu dengan penyampaian materi yang sedikit karena siswa dituntut belajar secara individu dan orang tua sampai harus turun tangan sebagai guru di rumah.
Memang guru mungkin bermaksud baik dengan memberi porsi jam kelas yang sedikit untuk siswa tetapi seharusnya porsi tugas yang diberikan juga harus berimbang dan tidak membebani siswa bahkan orang tua yang harus rela mengorbankan jam kerjanya demi mengajari anak mereka lagi di rumah karena guru memberikan tugas yang banyak dengan materi yang kurang.
Bergulat Dengan Fasilitas
Yang kedua tidak kalah penting juga bahwa kuota, koneksi internet, dan laptop maupun handphne menjadi fasilitas yang wajib dimiliki untuk tetap terhubung dengan sekolah di situasi online learning ini. Orang tua harus mengucur keringat lagi untuk melengkapi fasilitas tersebut. Memang untuk keluarga yang mampu dan berada hal tersebut bukanlah sesuatu yang berat untuk dipikirkan.
Tapi bagaimana dengan keluarga yang kurang mampu dan tinggal di bagian pelosok desa? Bayangkan untuk pemasangan router WI-FInya saja bisa mencapai 500 ribu rupiah, belum lagi bayaran perbulannya yang paling murah 300 ribu rupiah, nilai tersebut tidak sebanding dengan rata-rata gaji masyarakat menengah kebawah.
Namun orang tua masih bisa lega dengan masalah tersebut, karena sekarang pemerintah sudah menyediakan subsidi kuota internet gratis kepada siswa maupun mahasiswa di Indonesia sejak 22 September kemarin yang sangat membantu anak-anak dan juga orang tua mereka.
Sayangnya koneksi internet di Indonesia masih tergolong lambat, kecepatannya hanya rata-rata 20,1 Mbps dibanding Negara lain (Hootsuite 2020). Bahkan beberapa daerah terpencil tidak mendapatkan koneksi internet. Dan sampai sekarang belum ditemukan solusi dari pemerintah atas hal tersebut sehingga beberapa orang tua harus rela mati-matian mengantar anaknya ke daerah yang kaya akan jaringan sehingga anak mereka bisa melakukan pembelajaran online.
Orang tua pun jadi harus sering berkomunikasi dengan wali kelas atau guru di sekolah apabila terjadi kendala saat pembelajaran, karena anak-anak Sekolah Dasar belum bisa menjelaskan secara rinci apa kendala mereka dan mau tidak mau orang tua harus sering turun tangan mewakili masalah anak tersebut.
Pembelajaran yang juga biasanya dilakukan di lingkungan sekolah yang pastinya tidak terlalu berisik sekarang harus berganti dengan kondisi di lingkungan yang berisik karena berdekatan dengan aktifitas-aktifitas lainnya yang membuat anak tidak fokus dan tidak semangat belajar. Lagi-lagi orang tua harus memfasilitasi dirinya untuk menghadapi situasi seperti ini dan hadir di dekat anak dalam proses belajar.
Orang tua sudah terlalu banyak berjuang untuk pembelajaran anak-anak. Kita tidak bisa menuntut mereka untuk menyediakan segalanya, sudah cukup orang tua terpuruk masalah ekonomi di kala pandemi seperti ini tetapi masih saja dituntut soal fasilitas pembelajaran daring.
Memang orang tua memegang peran penting dalam pendidikan anak, tapi tak semestinya kita terus memberikan beban yang berat kepada mereka.
Seharusnya pemerintah juga harus terus memberikan bantuan dan mengembangkan fasilitas agar memudahkan proses pembelajaran. Guru di sekolah juga tidak boleh semena-mena memberikan tugas kepada murid sehingga mampu mengurangi beban orang tua yang sudah terlalu banyak di kala pandemi ini.
Penulis: Vicrie Luthfy El-Karomy, mahasiswa Sampoerna University