Sebuah pemandangan unik menjadi pusat perhatian dalam gelaran “Atmospheral 3.0” yang berlangsung di Aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu lalu. Tiga kelompok dengan penampilan memukau—Korean Dynasty, Korea Modern, dan Asia Timur—ternyata berasal dari satu kelas istimewa yang sengaja dipecah untuk menampilkan kajian yang lebih mendalam.
Kelas tersebut merupakan hasil kerja sama Program Studi Hubungan Internasional (HI) UMM dengan the Seed Program for Korean Studies of the Ministry of Education of the Republic of Korea and the Korean Studies Promotion Service at the Academy of Korean Studies (AKS-2023-INC-2230009). Keputusan untuk membaginya menjadi tiga kelompok dalam praktikum akhir ini terbukti menjadi strategi brilian.
Dalam acara yang mengusung tema “Cultural Voyage: Diving into Diversity”, pemecahan ini memungkinkan eksplorasi yang kaya. Kelompok “Korean Dynasty” membawa penonton ke masa lalu, “Korea Modern” menampilkan dinamika budaya pop kontemporer, sementara kelompok “Asia Timur” memberikan konteks regional yang lebih luas. Strategi ini membuahkan hasil gemilang saat kelompok Asia Timur dianugerahi penghargaan best performance.
Zuhair Baheramsyah, mahasiswa dari kelompok Korean Dynasty, membagikan pengalamannya terkait tantangan unik ini. “Awalnya kami kira akan sulit, satu kelas dibagi tiga dengan tema beririsan. Tapi justru di situlah tantangannya. Kelompok kami harus benar-benar fokus pada aspek historis agar tidak tumpang tindih dengan Korea Modern. Ini memaksa kami riset lebih dalam dan spesifik, bukan lagi sekadar mempresentasikan sebuah kawasan, namun juga mempertahankan identitas unik di tengah ‘saudara’ kami sendiri,” jelasnya.
Kepala Laboratorium HI UMM, Hafid Adim Pradana, menjelaskan strategi pedagogis di balik keputusan tersebut. “Atmospheral setiap tahunnya adalah laboratorium inovasi kami. Dengan memecah kelas kerja sama ini, mahasiswa tidak hanya belajar tentang wilayahnya, namun juga belajar bagaimana menegosiasikan identitas dan memposisikan ‘produk’ diplomasi mereka di antara kelompok lain yang serupa. Ini adalah simulasi dinamika regional dalam skala mikro,” ujarnya.
Apresiasi tinggi datang dari Wakil Rektor I UMM, Prof. Akhsanul In’am, Ph.D., yang melihat pencapaian ini sebagai cerminan visi besar universitas. “Apa yang kita saksikan dari kelas kerja sama ini adalah buah nyata dari visi internasionalisasi UMM. Ini bukan hanya tentang pertukaran budaya, melainkan tentang menciptakan mahasiswa yang mampu berpikir kritis dan menghasilkan karya berkualitas. Keberhasilan mereka menjadi standar baru bagi mahasiswa lainnya,” tuturnya.
Pada akhirnya, pementasan dari kelas kerja sama internasional ini menjadi sorotan utama Atmospheral 3.0. Langkah untuk memecah kelas menjadi tiga entitas tidak hanya memperkaya festival, namun juga membuktikan bagaimana sebuah model pembelajaran berbasis pengalaman mampu menggali potensi mahasiswa secara maksimal. (*)
Tidak ada komentar