Dari Alat Makan hingga Hallyu: Pakar Korea Ungkap Kunci Sejarah Korea dalam Kolaborasi UMM dan Auckland

waktu baca 2 menit
Rabu, 28 Mei 2025 00:29 0 0 Redaksi MediaMahasiswa

MALANG, MediaMahasiswa.com – Asia dan Eropa memiliki perbedaan yang signifikan secara historis. Homogenitas dan Heterogenitas menjadi kunci prakondisi antara kedua wilayah tersebut. Sebagai contoh, Prioritas nilai-nilai Timur (Asia) bertumpu pada keharmonisan sosial dan kepatuhan terhadap otoritas. Sementara itu, Barat (Eropa) memprioritaskan kebebasan individu, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut turut dipengaruhi oleh iklim religi dua kawasan tersebut: Barat yang erat dengan tradisi monoteistik Judaeo-Christianism dan Asia dengan keberagaman tradisi atas kepercayaan serta nilai-nilai ketuhanan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Changzoo Song, pakar Studi Korea dari University of Auckland, dalam kelas kajian kawasan bertajuk “East Asia and Korea: A Historical and Cultural Introduction to Korean Culture & Society”. Kelas ini merupakan kolaborasi Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan University of Auckland’s Strategic Research Institute (SRI) for Korean Studies, didukung Kementerian Pendidikan Republik Korea.

Heterogenitas kebudayaan di Asia tercermin di tiga negara, antara lain: Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang. Meskipun secara umum terlihat mirip, namun, perbedaan ketiga negara tersebut akan dapat dilihat jika ditilik secara detail.

Ketika berbicara perihal alat makan, pada awalnya, Korea dan Tiongkok menggunakan sendok sebagai peralatan makan sehari-hari. Sebab, makanan utamanya masih berupa sup, semur, dan serealia. “Kebiasaan menggunakan sendok dari Tiongkok berubah ketika mie menjadi makanan sehari-hari, sementara masyarakat Korea masih bertahan dengan sendok,” tambah Prof. Song.

Jepang juga menggunakan sumpit, namun bentuknya lebih ramping. Berbeda dengan sumpit Korea yang terbuat dari logam, sumpit di Jepang terbuat dari kayu ataupun bambu. Kebiasaan ini disebabkan oleh makanan keseharian masyarakat Jepang yang berupa beras Japonica yang lengket dan lebih mudah diambil jika menggunakan sumpit.

Diantara ketiga negara tersebut, Korea Selatan dianggap lebih perkasa di dunia hiburan internasional melalui Hallyu. “Korea Selatan tetap mempertahankan identitas kulturalnya dan justru menjadikannya sebagai senjata dalam persaingan kepentingan internasional. Mereka memanfaatkan unique selling point dari kebudayaannya secara maksimal,” urai Prof. Song. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *